Sunday 4 December 2011

Makalah Revolusi Banten


Makalah Revolusi Sosial Banten
BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latarbelakang

Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan di proklamasikannya kemerdekaan Indonesia oleh Ir.Soekarno atas nama bangsa Indonesia. Namun di tengah-tengah kemeredekaan itu tercoreng pada akhir September 1945 mendaratlah tentara sekutu yang diboncengi Belanda (NICA) di berbagai tempat yang mempunya nilai politis, ekonomis, maupun mliter sesuai dengan konsep strategi mereka, era revolusi untuk mempertahankan kemedekaan Indonesia pun di mulai.
Banten merupakan bagian wilayah Indonesia, yang terletak di bagian paling barat dari pulau Jawa terkenal karena di samping merupakan tempat yang pertama kali dikunjungi Belanda, juga di daerah ini sering terjadi pemberontakan. Pada abad ke-19 terjadi serangkaian pemberontakan yang berpuncak pada pemberontakan petani Banten pada tahun 1888. Kemudian pada tahun 1926 Banten menjadi panggung pemberontakan komunis yang cukup mencemaskan pemerintah kolonial. Pemberontakan yang mempunyai semangat kuat anti Belanda dan priyayi dapat ditumpaskan.
Ketika bangsa Indonesia memasuki jaman revolusi, hampir semua wilayah Indonesia mengalami yaitu melawan penjajah Belanda yang menginginkan kembali berkuasa di Republik Indonesia yang sudah merdeka ini, ketika tentara sekutu untuk pertama kali mendarat di indonesia, melihat adanya itikad yang tidak baik tentara sekutu itu dengan memboncengi Belanda (NICA).
Pada saat seluruh daerah di wilayah negara Indonesia mengalami revolusi, yakni berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan melawan Belanda tidak terkecuali Banten pun mengalaminya. Akan tetapi, ada yang unik disini, ketika setelah proklamasi kemerdekaan dibacakan ada bahaya yang datang , bahaya tersebut tidak datang dari luar melainkan dari dalam. Adanya segolongan masyarakat yang memberontak terhadap pemerintah yang mengingikan suatu perubahan dalam pemerintahan. “Revolusi Sosial” yang di pimpin oleh Tje Mamat dengan “Dewan Rakyat” yang berusaha mengambil alih kekuasaan terhadap pemerintahan daerah Banten.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang yang telah dipaparkan, saya membagi permasalahan dalam rumusan-rumusan sebagai berikut:
1. Bagaimana awal terjadinya “revolusi sosial” ?
2. Bagaimana aksi “Dewan Rakyat” untuk mengambil alih kekuasaan pemerintahan Keresidenan Banten ?
3. Bagaimana usaha untuk meredakan pemberontakan serta situasi Banten setelah pemberontakan ?

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan dan memahami:
1. Awal terjadinya “revolusi sosial”
2. Aksi “Dewan Rakyat” untuk mengambil alih kekuasaan pemerintahan Keresidenan Banten
3. usaha untuk meredakan pemberontakan serta situasi Banten setelah pemberontakan.

1.4 Metode dan Teknik Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini ialah dengan menggunakan metode studi literatur yakni mengkaji buku yang relevan dengan masalah dan browsing internet.

1.5 Sistematika
Sistematika penulisan makalah ini tediri dari :

Bab I Pendahuluan
Bab ini terdiri dari penjelasan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode dan teknik penulisan.


Bab II Pembahasan
Bab ini merupakan penjelasan tentang topik yang saya kaji, pembahasan tersebut terbagi ke dalam tiga sub-bab. Sub-bab pertama awal terjadinya revolisi. Pembahasan pada sub-bab kedua aksi “Dewan Rakyat” untuk mengambil alih kekuasaan pemerintahan. Sedangkan pada sub-bab ketiga, dibahas materi usaha-usaha untuk meredakan “revolusi sosial” mempertahankan kedaulatan serta situasi Banten setelah “revolusi sosial”.

Bab III Penutup
Bab ini merupakan kesimpulan yang penulis sajikan dari pembahasan materi pada Bab II sebagai intisari yang ingin disampaikan. Di samping itu, bab terakhir ini pula berisi permohonan saran-saran yang mungkin akan disampaikan kepada tim penyusun.

BAB 2

PEMBERONTAKAN DEWAN RAKYAT

2.1 Awal Terjadinya “Revolusi Sosial”
Pada masa kerajaan islam di nusantara, Banten merupakan suatu kesultanan Islam yang sangat besar dan strategis yang memiliki pelabuhan strategis yang merupakan jalur perdagangan internasional. Oleh sebab wilayah ini menjadi rebutan negara-negara Eropa kala itu. Pada akhirnya wilayah Banten jatuh ketangan penjajah Belanda yang berhasil dengan politik devide et impera.
Banten merupakan salah satu wilayah keresidenan dari lima keresidenan di wilayah Jawa Barat yang meliputi, yang terdiri dari tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak. Kemudian dibentuklah pemerintahan daerah yaitu pemerintahan daerah Keresidenan Banten yang ada dibawah naungan pemerintahan pusat Republik Indonesia. Pemerintahan daerah ini melibatkan para elit pemuda, elit politik dan para pemimpin masyarakat setempat.
Setelah proklamasi kemeredekaan Indonesia dibacakan oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia. Beberapa hari kemudian, beberapa pemuda Jakarta datang ke Banten untuk menampaikan berita kemerdekaan. Oleh pemuda setempat berita itu disebarluaskan ke wilayah keresidenan. Tindakan pemuda selanjutnya yaitu menurunkan bendera Jepang dan menggantinya dengan bendera merah putih di kantor-kantor pemerintahan. Sementara itu seperti pegawai pemerintah seperti pamong praja bersikap diam, bahkan gelisah, banyak diantara mereka meninggalkan Banten menuju Jakarta, Bogor atau Bandung. Residen Banten R.T Rangga Tirtasoeyatna yang diangkat oleh pemerintah RI 19 Agustus melarikan diri.
Untuk mengatasi jabatan yang kosong, melalui suatu rapat atas prakarsa pemuda yang dihadiri oleh utusan beberapa golongan, antara lain di putuskan mengangkat K.H Tb. Achmad Chatib sebagai Residen Banten tanggal 2 September 1945 yang diresmikan oleh pemerintah pusat. Residen Achmad Chatib mengangkat kembali para pejabat lama pada pemerintahan daerah. Sedangkan rakyat menginginkan pengangkatan pejabat-pejabat baru. Oleh karena itu di berbagai tempat melalui rapat umum memilih pejabat pemerintah daerah dilingkungan mereka masing-masing. Hampir semua pejabat pamong praja dari residen sampai camat, bahkan lurah terdiri dari kaum ulama. Untuk membantu kaum ulama menjalankan pemerintah maka pejabat lama tetap dipertahankan.
Menurut pandangan rakyat pada umumnya bahwa para pejabat pamong praja lama, dari bupati sampai para lurah, pejabat kepolisian dan kejaksaan harus diganti dengan pejabat baru yang terdiri dari tokoh masyarakat. Menurut mereka para pejabat lama itu merupakan alat pemerintah kolonial yang bekerja untuk tuannya. Pandangan rakyat tersebut semakin kuat ketika para pamong praja dinilai ragu-ragu menempatkan diri mereka dalam arus revolusi yang sedang bergejolak di mana-mana untuk mempertahankan kemerdekaan. Memang pada saat Belanda melancarkan Agresi Militer I, wilayah Banten tidak mengalami adanya kontak fisik akan tetapi pengaruh tersebut tetap terasa dengan adanya blokade.
Pendirian masyarakat yang sudah kuat tersebut diperkuat lagi dengan adanya provokasi dari golongan radikal, yang menyatakan para pejabat pemerintah terutama pamong praja merupakan “warisan kolonial”. Banyak orang yang datang menghadap residen untuk memprotes dan menggati agar pejabat lama tersebut segera diganti. Akan tetapi residen tetap pada pendiriannya. Menurutnya para pejabat dan pegawai lama memiliki keahlian di bidang administrasi yang sangat diperlukan agar pemerintah tetap berjalan.
Setelah tidak adanya titik temu di antara kedua belah pihak, maka masyarakat Banten secara sepihak menempuh caranya sendri. Oleh sebab itu atas kekecewaan kebijakan residen maka kaum komunis yang didukung rakyat memusatkan perhatian pada pembentukan sebuah dewan yang disebut “Dewan Rakyat” di bawah pimpinan Tje Mamat.


2.2 Aksi “Dewan Rakyat”
Telah di jelaskan sebelumnya, atas kekecewaan terhadap keresidenan maka masyarakat membentuk sebuah dewan yang merupakan kerjasama komunis, kaum agama (ulama) dan jawara dalam suatu wadah “Dewan Rakyat” dan di pimpin oleh Tje Mamat alias Mohamad Mansur, yang pada tahun 1926 menjadi sekretaris PKI cabang Anyer. Setelah kegagalan perlawanan komunis tahun 1926 ia melariakan diri ke Malaya, di sana diterima dalam partai republik indonesia (Pari) partai baru yang didirikan Tan Malaka. Pada tahun 1945 menjabat sebagai ketua KNID Kabupaten Serang, yang resmi sebagai pembantu residen dalam menjalankan pemerintahan, ternyata tidak sejalan bahkan mementangnya.
Pembentukan “Dewan” yang di pimpin Tje Mamat dengan cepat mendapat dukungan dari kalangan petani dan jawara. “Dewan” dimasuki oleh orang-orang radikal dan revolusioner mengintimidasi dan menghasut rakyat untuk membalas dendam terhadp jepang, pamong praja, dan polisi. Di beberapa tempat terdapat semboyan-semboyan yang populis yaitu “ Darah Rakyat Masih Mengalir”, ”Rakyat Akan Menjadi Hakim”, “Satu Untuk Semua”, “Semua Untuk Satu”. “Utang Padi Dibayar Padi, Utang Darah Dibayar Darah” (Soendji 1983:20; Williams 1990: 72). Semboyan tersebuat menimbulkan berbagai tafsiran dan membuat gelisah masyarakat terutama pegawai pemerintahan. Untuk mendukung “Dewan” tersebut maka di bentuklah pasukan yang disebut Laskar Gulkut yang terdiri dari kaum jawara. Laskar ini dibentuk untuk membunuh para pamong praja.
“Dewan” mulai beraksi pada bulan oktober 1945, setelah serangan BKR bersama badan-badan perjuangan di keresidenan Banten terhadap markas kenpeitai di Serang. Selanjutnya sasaran kaum radikal tersebut adalah penjara, pamong praja dan polisi. Penyerangan terhadap penjara ini pada tanggal 12 Oktober 1945 karena di penjara tersebut terdapat banyak jawara-jawara yang ditahan yang mendukung terhadap “Dewan”. Sehari kemudian, pada saat malam hari para pendukung dewan membunuh enam orang eropa yang ditahan di penjara tersebut. Selain itu juga terdapat pembunuhan terhadap para pamong praja di beberapa tempat.
Puncak dari serangan tersebut terjadi pada tanggal 27 Oktober 1945 sekitar pukul 10.00 pagi, yaitu Tje Mamat dan beberapa anggota pimpinan “Dewan”, yakni H. Mu’min, Soleman, H. Ahmad, dan H. Ma’mun menemui Residen Ahmad Chatib di kantor keresidenan. Di dalam kantor residen tersebut penuh dengan pengikut Tje Mamat dengan membawa senjata-senjata tajam. Pada kesempatan itu Tje Mamat sebagai ketua “Dewan” memaksa residen agar menyerahkan kekuasaan kepadanya. Dalan kondisi seperti itu, untuk menghindari banyaknya korban tidak ada pilihan lain, maka residen menurutinya.
Pada tanggal 28 Oktober 1945 di keluarkan maklumat yang di tanda tangani Tje Mamat yang diperkuat oleh Bupati Serang Hilman Djajadiningrat dan disetujui oleh Residen Ahmad Chatib. Isinya bahwa hari itu kekeuasaan Residen Banten jatuh ketangan “Dewan”. Dengan dikeluarkan maklumat tersebut Residen Ahmad Chatib Masih Tetap menjadi Residen Banten, namun hanya sebagai simbol. Sedangkan kekuasaan pemerintahaan diambil alih oleh Tje Mamat. Dalam maklumat tersebut terdapat kalimat “utang beras, bayar beras” yang menimbulkan berbagai tafsiran yang menggelisahkan rakyat, sehingga mereka satu per satu meninggalkan daerah Banten menuju daerah yang dinilai aman.
Selain itu pada saat malam harinya beberapa orang dari Laskar Gulkut menyerbu dan menangkap Bupati Serang Hilman Djajadiningrat, Kemudian dimasukan kedalam penjara. Selanjutnya aksi “Dewan” menyerbu Detasemen Kepolisian Serang untuk mendapat senjata, namun hanya mendapat beberapa pucuk karena telah diserahkan kepada TKR. Jawatan-jawatan vital pun tidak luput dari penyerbuan seperti Jawatan Pos, Jawatan Telepon, Jawatan Listrik, Setasiun Kereta Api, dan sebagainya.
Bukan hanya merebut jawatan-jawatan vital, “Dewan” juga sering menggeledah rumah-rumah priyayi. “Dewan” juga menguasai cadangan beras, gula, garam dan tepung tapioka dari jepang serata membagikannya dengan sistem sederhana sampai habis sampai bulan desember 1945. “Dewan” berhasil mengelola tugas distribusi pangan rakyat lewat “Dewan Ekonomi Rakyat” yang mereka bentuk. Selain itu “Dewan” membentuk pasukan kepolisian sendiri, awalnya bernama “Polisi Keamanan Rakyat” tetapi diubah menjadi “Polisi Khusus”.
Tindakan-tindakan “Dewan” yang tidak mendapat perlawanan sedikit pun itu menimbulkan rasa sombong. Dengan mengenakan senjata mereka berkeliaran, menakut-nakuti rumah penduduk, bahkan merampah harta mereka.
Aksi “Dewan” tersebut melebarkan sayapnya sampai ke beberapa daerah seperti Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. Sama yang dilakukan di kabupaten Serang, aksi “Dewan” ini juga merebut beberapa kantor vital dan melucuti anggota polisi setempat dan menggatinya dengan jawara. Untuk di daerah Pandenglang dewan tidak berhasil di bentuk, namun jawaranya berhasil melucuit kepolisian. Setelah itu mereka mengancam untuk menyerbu dan melucuti TKR setempat.

2.3 Usaha Meredakan Revolusi
Menyikapi dan adanya desas-desus, bahawa Banten akan berdiri sendiri, maka pemerintah pusat, yaitu Soekarno dan wakil presiden Mohamad Hatta disertai rombongan, pada tanggal 9-10 desember 1945 mengunjungi derah itu. Dihadapan rakyat yang mengunjungi “rapat raksasa” di alun-alun Serang yang diselenggarakan oleh rakyat pada tanggal 9 desember 1945. Para perwakilan rakyat seprti Pesindo, Masyumi, TKR, TKR Laut dan Pemuda Putri menegaskan kesanggupan mereka untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), berdiri dibelakang pemerintah dan siap untuk melawan bangsa asing yang akan menguasai indonesia.
Wakil presiden dalam sambutannya mengaharapkan agar rakyat dari bebagai golongan memperkuat persatuan untuk menegakan republik indonesia. Dengan panjang lebar diterangakan arti kedaulatan yag menjadi dasar kemedekaan dan menginsyafkan akan kewajiban rakyat terhadap negara. Dikatakan bahwa hendaknya kedaulatan ditafsirkan secara harfia. Di ingatkan agar rakyat mengikuti petunjuk pemerintah pusat dan tidak berbuat atas kehendak sendiri. Hatta juga mengatakan bahwa “Dewan Rakyat” tidak beguna dan berseru agar dibubarkan. Presiden dalam kesempatan itu mengingatkan agar seluruh lapisan masyarakt cinta terhadap tanah air.
Setelah mengunjungi Serang tempat dibentuknya “Dewan”, presiden, wakil presiden dan rombongan selanjutnya mengunjungi Rangkasbitung tempat kedua dibentuknya “Dewan”. Sama seperti di Serang, tempat ini juga diadakan rapat umum di alun-alun dan mendapat perhatian besar dari rakyat. Di sini juga dikatakan bahwa “Dewan Rakyat” tidak penting, hendaknya agar dibubarkan.
Menggunakan kesempatan kunjungan presiden dan wakil presiden, Tje Mamat tampil dimuka umum untuk mendemonstrasikan militansi revolusionenya dengan menjawab bahwa “Dewan” adalah lembaga sejati yang mewakili rakyat, sedangkan KNIP adalah pemberian Jepang. Pada waktu presiden mengunjungi Rangkasbitung “dewan menculik dan membunuh mantan bupati lebak R.T Hardiwinangoen, pembunuhan itu dilakukan atas utusan-utusan “Dewan”.
Kunjungan presiden dan wakil presiden serta terbunuhnya mantan bupati, memainkan peran penting dalam situasi di banten. Kunjungan itu dapat digunakan untuk mengukur dukungan rakyat setempat terhadap “Dewan” dan perlu petunjuk mengendalikan kegiatannya. Terbunuhnya mantan bupati lebak menyebabkan “Dewan” kehilangan banyak pendukung. Kaum ulama bertambah cemas dengan melihat kejadian itu. Sebelum kunjungan presiden, TKR merasa takut untuk mengambil tindakan terhadap “Dewan” karena khawatir akan adanya reaksi dari pihak ulama setempat dan kaum petani.
Aksi “Dewan” terus berlanjut dengan mneyingkirkan orang-orang yang dinilai sebagi “warisan kolonial”. Pada tanggal 31 desember 1945 “dewan menangkap Letnan Kolonel Entol Ternaja, komandan resimen III divisi 1000/1 dan Oskar Koesoemaningrat, kepala kepolisian keresidenan Banten. Di Pandeglang terjadi pertempuran antara pendukung “Dewan” melawan TKR setempat, pertempuran itu terjadi karena pihak “Dewan” berusaha merebut senjata milik TKR. Penagkapan “Dewan” terhadap kedua tentara tersebut menjadi lonceng kematian baginya.
Melihat penculikan-penculikan itu Residen Ahmad Chatib menginstruksikan kepada panglima divisi 1000/1, Kolonel K.H Sjam’un untuk menumpasnya. K.H Sjam’un memanggil Mayor Ali Mangku, Komandan Batalyon Pengintai, untuk menyusun siasat penumpasan.
Langkah pertama ialah membebakan Bupati Serang Hilman Djajadiningrat dari penjara Serang, penjara itu tidak dijaga begitu ketat oleh Laskar Gulkut. Setelah dibebaskan bupati dibawa ke sukabumi tempat yang lebih aman. Langkah berikutnya menyerang markas “Dewan” di Ciomas. Pada tanggal 8 Januari 1946 pasukan TKR dari tiga kota Serang, Pandeglang dan Rangkasbitung serentak menyerang markas “Dewan”. Pertempuran berlangsung lebih dari 24 jam dan baru berhenti sesudah adanya campur tangan dari Residen Ahmad Chatib. Akhirnya Letnan Kolonel Entol Ternaja dan Oskar Koesoemaningrat yang disekap di markas “Dewan” berhasil dibebaskan. Para pemimpin “Dewan” berhasil ditangkap kecuali Tje Mamat yang berhasil meloloskan diri kedaerah Lebak dan bergabung dengan pasukan “Dewan di sana. Untuk selanjutnya dilakukan pembersihan dan mereka yang menyerah diberi pengampunan.
Sementara itu TKR di Rangkasbitung melakukan ultimatum agar “Dewan” dibubarkan, namun gagal dan pertempuran pun tidak bisa dihindarkan. Kerena tidak terlatih dan lemah persenjatannya, maka dengan mudah dapat dikalahkan. Para pemimpinya ditangkap dan dilucuti. Tje Mamat untuk kedua kalinya berhasil meloloskan diri ke daerah Bogor dan bergabung dengan laskar rakyat disana. Di Bogor akhirnya Tje Mamat berhasil ditangkap lalu dibawa ke Yogyakarta.

2.4 Situasi Banten Setelah Pemberontakan
Setelah ditumpas pada bulan Januari 1946, maka pemerintahan kembali normal, tampuk kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan kembali pada Residen Ahmad Chatib yang sebelumya telah direbut oleh Tje Mamat dengan “Dewan Rakyat” sedangakan Residen Ahmad Chatib hanya sebagi simbolis belaka. Setelah pemberontakan selesai pada tanggal 8 September 1946 dibentuk Panitia Pembangunan Banten yang dketuai Residen oleh sendiri. Tugasnya untuk memperbaiki dan mengurus bangunan-bangunan Banten kuno yang selama satu abad telah diabaikan. Residen menggerakan rakyatnya untuk melaksanakan program tersebut.
Perkembangan yang terjadi di Banten itu menimbulkan desas-desus bahwa kesultanan Banten akan dpulihkan kembali, disebut bahwa residen Ahmad Chatib sebagai orang yang berhak menerima gelar sultan, dan hendak memisahkan diri dari RI. Karena isu tersebut pada akhir bulan Oktober 1946 wakil presiden Mohamad Hatta mengunjungi daerah itu dan pada bulan November 1946 Residen Banten Ahmad Chatib dipanggil pemerintahan pusat untuk dimintai keterangan. Dalam pidatonya Ahmad Chatib menyatakan bahwa Banten tetap berada di belakang dan berda di bawah naungan RI. Untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan maka pemerintahan pusat menempatkan di Banten wakil gubernur Jawa Barat dan seorang wakil residen Banten serta mengurangi kekuasa kaum ulama dan laskar dikurangi.


BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan materi diatas, saya menyimpulkan bahwa ketika jajaran pejabat lama diangkat kembali oleh Residen Ahmad Chatib karena dianggap mahir dalam administrasi pemerintahan, terjadilah penolakan oleh rakyat yang kemudian dimanfaatkan oleh kaum komunis dengan alasan pejabat tersebut “warisan kolonial” dan berhasil mengorganisir kaum komunis, ulama, dan jawara dengan membentuk “dewan rakyat” sebagai alat untuk mengambil kekuasaan pemerintahan. Sehingga terjadi dualisme pemerintahan yakni secara de jure Ahmad Chatib tetap menjadi presiden namun secara de facto pemerintahan tersebut di jalankan oleh “dewan rakyat” yang dipimpin oleh Tje Mamat alias Mohamad Mansur. Pemberontakan tersebut berawal bulan Oktober 1945 dan berakhir bulan Januari 1946.
3.2 Saran
Penulisan makalah serta ulasan yang kami sampaikan pada makalah ini pasti memiliki banyak kekurangan oleh karena itu kami memohon kritik serta saran untuk menjadikan penulisan makalah kami lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA
Djayadiningrat, Hoesein. (1983). Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten. Jakarta: Djambatan.
Fauzi, Herman. (2000). Banten Dalam Peralihan: Sebuah Konstruksi Pemikiran Paradigma Baru Pembangunan Daerah. Tangerang: YASFI
Soendji. (1983). Mengenang Perjuangan Rakyat Pandeglang. Bandung
Imanudin. (2009). Dinamika Masyarakat Banten Dalam Aspek Politik Pada Masa Revolusi Fisik Tahun 1945 – 1949. [Online]. Tersedia: http://.pdf+revolusi+fisik+di+banten.com. [15 September 2009].
Suharto . (2008). Revolusi Sosial Di Banten 1945-1946 Kondisi, Jalan Peristiwa, Dan Dampaknya. [Online]. Tersedia: http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=76642&lokasi=lokal. [15 September 2009]




Semoga bermanfaat.............
By. Asep.Saefudin


No comments:

Post a Comment